Kamis, 12 Januari 2012

Kepemimpinan Hamba Dalam Gereja Lokal (Bagian I) Oleh : Pdt. Jerry F.Tiwa, M.Th




Dalam era modern saat ini, secara langsung atau tidak langsung telah terjadi perubahan besar yang luas bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Dampaknya adalah muncul berbagai persoalan yang dialami langsung dalam masyarakat maupun di dalam suatu organisasi baik menyangkut sumber daya manusia, bidang organisasi, gereja, maupun masalah-masalah lainnya di masyarakat yang memberikan perubahan terhadap kehidupan orang-orang yang ada di dalamnya. Masalah-masalah tersebut jika tidak diatasi atau diselesaikan sesegera mungkin, maka akan dapat menimbulkan berbagai gangguan dalam organisasi maupun kegiatan masyarakat lainnya.
Gereja sebagai suatu organisasi yang berada dan hidup di tengah-tengah masyarakat, secara tidak langsung juga mengalami dampak akibat dari perubahan-perubahan tersebut. Oleh karena itu perlu adanya keterlibatan seorang gembala sidang sebagai pemimpin dalam suatu organisasi gereja, yang dapat membawa gereja ke arah perkembangan sesuai dengan perubahan-perubahan dan kondisi yang ada, sehingga tidak menimbulkan persoalan-persoalan.
Gembala sidang sebagai pemimpin gereja lokal memegang peranan penting dalam menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja lokal, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan berbagai-perubahan-perubahan tersebut. P. Oktavianus mengatakan bahwa, “Kalau sebagai pemimpin kita tidak peka terhadap kekinian, pasti kita akan kehilangan banyak kesempatan.”
Pengembalaan jemaat merupakan pelayanan dalam gereja sesuai pembangunan tubuh Kristus demi terwujudnya gereja yang dewasa dan sempurna. Karena itu diperlukan pemantapan visi dan misi serta keterampilan gembala sidang jemaat di semua bidang pelayanan, termasuk kepemimpinan dalam gereja. Sularso Sopater mengatakan bahwa “Pemimpin gereja yang bertumbuh bukan saja memahami teologia, tetapi juga perlu memahami faktor kepemimpinan...
Dalam mengatasi persoalan di atas, diperlukan adanya seorang gembala sidang dalam memimpin yang sesuai dengan kondisi dan keinginan sidang jemaat, seperti yang dikatakan oleh Miftah Thoha bahwa, “pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya agar sesuai dengan situasi tersebut".
Pemimpin merupakan seorang figur yang sangat besar pengaruhnya di dalam suatu organisasi. Terkadang kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang pemimpin dapat membawa kepada kemajuan atau kemunduran suatu organisasi yang dipimpinnya. Hal ini tentu kembali kepada seorang pemimpin apakah kepemimpinannya memiliki ciri-ciri kepemimpinan hamba.
Para pakar kepemimpinan kini banyak menggunakan Yesus dan ajaran-Nya sebagai sebuah model kepemimpinan. Di antara sekian banyak teori kepemimpinan yang berkembang akhir-akhir ini, Alkitab kembali menjadi bahan pengajaran kepemimpinan dengan menempatkan Yesus sebagai modelnya. Yesus adalah seorang pemimpin bahkan pemimpin yang besar. Ajaran Yesus di dalam Alkitab adalah sebuah pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership), yang hingga kini masih sangat relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen di manapun dikembangkan dan dipraktekkan khususnya gembala jemaat dalam pelayanannya.
Terminologi kata hamba diterjemahkan dari bahasa Ibrani “Eved”, yang mempunyai arti budak, hamba, pelayan. Hamba adalah pekerja yang menjadi milik tuannya. Konsep hamba Tuhan telah digambarkan Tuhan Yesus melalui hidup, karya dan kepemimpinan-Nya selama berada di dunia sekitar 2000 tahun lebih yang lalu. Hamba Tuhan itu telah menjadikan diri-Nya teladan, baik saat dimuliakan umat maupun di dalam kesengsaraan-Nya.
Pemimpin Kristen tidak boleh menyombongkan diri dengan jabatan kepemimpinan maupun besarnya otoritas serta banyaknya pengikut. Ia harus selalu berprinsip “kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan, karena kami adalah hamba yang tidak berguna.” Mungkin perkataan itu terdengar keras dan tidak memberikan tempat bagi peran sang pemimpin, namun itulah cara Tuhan untuk menjauhkan pemimpin-pemimpin umat-Nya dari dosa kesombongan dan pemuliaan diri pribadi.
Kepemimpinan hamba bersifat vertikal dan horizontal. Maksudnya, secara vertikal pemimpin Kristen adalah hamba Tuhan yang telah dipanggil Allah untuk memimpin umat-Nya, namun di sisi lain (horizontal) ia adalah hamba jemaat (dalam tugas pelayanan).
Pemimpin hamba adalah orang yang mampu “mengosongkan” dirinya dari segala egoisme dan subyektivitas pribadi, menjadi pemimpin yang berorientasi kepada kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan umat-Nya. Yesus memberi teladan “mengosongkan diri” ini (Filipi 2:7-8). Pengosongan diri “Kenosis” tidak membuat Yesus kehilangan posisi kepemimpinan-Nya, justru dengan melakukan itu, Dia dapat “menjadi sama” seperti manusia, sehingga mereka dapat menerima kehadiran-Nya.Penulis melihat banyak gereja saat ini terjadi masalah-masalah bukan disebabkan ajaran melainkan karena persoalan gembala sidang dalam memimpin jemaatnya kurang menampakkan ciri-ciri kepemimpinan hamba.

Kepustakaan:
1. Oktavianus P. Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah (Malang: Gandum Mas, 1991)
2. Sularso Sopater Pertumbuhan Gereja (Yogyakarta: Andi, 1994)
3. Miftah Thoha, Manajemen dan Kepemimpinan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar