Rabu, 12 Juni 2013

Happy Birthday


Selamat ulang tahun yang ke 67 buat Gembala Sidang GPdI Bukit Sion Rantepao, Bpk. Pdt. Junus Padang, S.Th..
Kiranya pelayanan semakin diberkati.
Tuhan Yesus Memberkati
:)

#matthewsroy

Rabu, 05 Juni 2013

Pertumbuhan Melalui Hati Yang Terbuka oleh: Pdt. Jerry F. Tiwa, M.Th



2 Tim. 3:10-11. "Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku, Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya"

 John Wooden pernah berkata, "everything we know we learned from some one  else!". Tepat sekali pernyataan ini bahwa segala sesuatu yang kita ketahui kita pelajari dari orang lain. Ini berarti bahwa orang yang mau maju dan bertumbuh harus memiliki kesediaan untuk diajar. Salah satu masalah serius yang dihadapi oleh orang percaya dewasa ini adalah kurangnya kemamuan untuk diajar.
      Timotius yang sudah terbiasa dengan pengajaran firman Tuhan sejak masa kecil tentu memiliki pengetahuan rohani yang cukup baik saat itu. Tetapi ketika Paulus datang  dengan membawa satu pengajaran baru, yaitu Yesus adalah Mesias dan diam di dalam Dia ada keselamatan, Timotius terbuka hatinya untuk mengerti lebih banyak.  Paulus menyebut Timotius dengan sebutan"anak yang sah di dalam iman". Ini berarti Paulus telah "melahirkan" Timotius, maksudnya telah menjadi Kristen melalui pelayanan Paulus. Setelah itu Paulus mengajak Timotius bersama-sama melakukan pelayanan. 
     Paulus adalah orang yang sangat hati-hati dan penuh pertimbangan untuk mengajak orang menjadi patnernya dalam pelayanan
Timotius telah membuktikan dirinya dihadapan Paulus sebagai anak rohani yang baik, yang telah mengikuti bapak rohaninya dalam hal:
1. Ajaranku (bah lain = nasehat = pelajaran yang baik) 2Tim. 3:16, 1Tim. 4 ini nasehat  
    Paulus kpd Timotius, karena dengan ajaran firman Tuhan dapat membantu kita untuk keluar dari persoalann yang dapat memberikan keuntungan bagi orang kain. Bdk Hos. 6:4
2. Cara hidupku (life style)
    Buah yang baik itu berangkat dari suatu pola hidup yang baik, termasuk 
    kerelaan untuk menderita (Fil. 2:5-9).
3. Pendirianku (purpose - tujuan) kalo telah diselamatkan Tuhan maka tujuan   
    kita dalam Tuhan apa?
    Ini bicara tentang karakter dan motivasi kita mengikut Tuhan dan tidak 
    mencari keuntungan tapi dengan dedikasi dan kerelaan dalam pelayanan
    Mat. 5:41(Hukum Romawi pada abad pertama mengizinkan seorang anggota legium (tentara beranggotakan ribuan orang) memerintahkan orang sipil yang ditemuinya untuk membantu membawa beban dari satu mil ke penanda mil berikutnya. Beban yang dibawa perajurit itu, tombak, perisai gergaji, keranjang, ember, kapak, tali, sabit, rantai, ransun untuk persediaan makanan tiga hari.
Satu mil adalah kewajiban, mil selanjutnya adalah kerelaan
4. Imanku
    Hal ini berkenaan dengan respon dan panggilan Tuhan terhadap diri kita. 
    1Kor. 15:58
    Iman= iman kepada Tuhan, diwujudnyatakan dalam tindakan, dan tindakan 
               itu harus tetap atau terus menerus dilakukan (setia).
5. Kesabaranku (long suffering (baca-safering)= penderitaan panjang)
    Berhubungan dengan ketahanan dalam menghadapi masalah hidup. 2Kor. 
    4:7-9; Yak.1:2.
6. Kasihku (charity[baca-caeriti]) = beramal, kasih, bersedekah, derma, 
    kemurahan hati, kebaikan, kebaikan hati, sosialitas) hal ini muncul krn orang    
    Yahudi latar belakannya Pelit
7. Ketekunanku
    Berhubungan dengan kesabaran menderita, karena dalam Tuhan kita ada 
    pengharapan yaitu: 
         a. Pencobaan yang kita hadapi tidak melebihi kita (1Kor. 10:13)
         b. Kita jatuh tidak sampai tergeletak (Maz. 37:24)
         c. Rancangan damai sejahtera dan bukan kecelakaan (Yer. 29:11)

Kalau hidup kita mau terus diajar oleh Tuhan lewat kebenaran Firman Allah yang pada akhirnya kita akan disebut "anak yang Kukasihi". Tidak peduli siapa kita, apakah seorang bawahan atau pemimpin, kaya atau miskin, berpendidikan rendah atau tinggi, mari jadilah kita orang-orang punya keinginan kuat untuk diajar terus oleh Firman Tuhan seperti Timotius.
Dengan keinginan yang kuat dari Timotius mau di ajar, maka dia dipercayakan suatu pelayanan yang luar biasa yaitu menjadi gembala di Efesus bahkan arti nama Timotius yang begitu indah "kehormatan bagi Tuhan".

Kamis, 09 Mei 2013

Sikap Etis Kristiani Terhadap Kasus Aborsi oleh: Pdt. Jerry F. Tiwa, M.Th

Kasus aborsi merupakan dilema besar yang tentunya tidak mudah untuk dipecahkan. Karena mencakup bermacam-macam aspek: legal, teologis, etis, sosial dan personal. Di dalamnya ada yang pro dan kontra dalam penilaian etis terhadap kasus aborsi ini. Legalitas tindakan aborsi adalah urusan kedua ketertarikaan antara pro-life dan golongan pro-chois. Masalahnya ada legal atau tindakan kriminal, dan inilah inti kontroversi terhadap kasus ini.Golongan pro-aborsi menitikberatkan hak-hak si ibu, yaitu privasi untuk memilih, dengan disertai berbagai argumentasi dibelakangnya yang sifatnya lebih pragmatis misalnya karena alasan tanggungjawab, finansial, aib, kecacatan; Mereka yang anti aborsi menitikberatkan hak-hak si bayi yang belum dilahirkan, dan khususnya hak untuk hidup. Kaum anti aborsi menitikberatkan perlunya pembelaan terhadap hak-hak bayi yang belum di lahirkan itu, yang tidak mampu membela dirinya sendiri.
            Masalah yang pokok dalam kasus aborsi ini adalah tentang hakikat janin, yaitu bagaimana kita berpikir tentang janin dalam rahim ibunya? Mengenai pokok ini ada bermacam-macam pemahaman yang berbeda. Ada yang menganggap bahwa saat menentukan ‘pemanusiaan’ embrio itu adalah pada suatu titik antara penghamilan dan kelahiran; ada yang menganggap bahwa janin hanya sebagian dari tubuh wanita yang mengandungnya, sehingga janin itu belum dapat dianggap makhluk insani; kelompok lainnya menganggap pembuahan atau fusi saat yang menentukan makhluk manusia mulai berada.
            Dalam pandangan Kristen, isu aborsi adalah isu moral dan teologis. Maka, untuk menanggapi masalah ini, yang menjadi taruhannya adalah ajaran iman Kristen mengenai Allah dan manusia. Maka paper ini akan mendalami isu aborsi ini dengan menganalisa  aborsi, kemudian mengungkap beberapa pandangan yang berkontroversi dalam menanggapinya, terakhir tulisan ini akan memberikan argumentasi teologis sebagi sikap etis kristiani terhadap kasus aborsi.

PENGENALAN AWAL KASUS ABORSI
            Gugur kandungan atau aborsi, bahasa Latinabortus adalah berhentinya kehamilansebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematurAbortus provocanus merupakan satu istilah untuk keguguran yang disengaja. DalamKBBI, aborsi diartikan sebagai tindakan: 1) menggugurkan kandungan; 2) menghentikan; 3) mempersingkat sesuatu: lahir sebelum waktunya; berkembang secara tidak sempurna.  Jadi, tindakan aborsi pada dasarnya adalah suatu sikap yang dilakukan tidak pada jalan yang sewajarnya. Meniadakan sesuatu kehidupan sebelum waktunya, yang seharusnya ia mengalami kehidupan sebagai manusia, dengan cara memaksa atau menghambat kehidupan yang sedang berlangsung dalam rahim.
            Ada banyak hal yang menyebabkan seseorang berani mengambil keputusan untuk melakukan aborsi. Penyebab umumnya diantaranya adalah kehamilan karena tindakan perkosaan. Seorang perempuan yang telah menjadi hamil karena perkosaan itu, jika pikiran tidak dapat tahan menanggung untuk harus melahirkan seorang anak yang dihasilkan akibat kecelakaan itu, maka biasanya ia lebih memilih untuk menggugurkan bakal anak itu. Kemudian, bisa juga disebabkan bila seorang perempuan hamil dan ternyata dalam pemeriksaan ia akan melahirkan seorang anak yang tidak akan dapat hidup atau secara badani akan sangat rusak, maka aborsi menjadi pilihan utama bagi mereka. Jika jika seorang wanita, dalam keadaan tidak nikah, telah menjadi hamil dan anak yang dilahirkan itu adalah anak yang anak “yang tidak dikehendaki”. Juga dalam kehamilan yaitu jika nyawa ibu tertancam dan hanya bisa tertolong (diselamatkan) kalau dikorbankan nyawa anak dalam rahimnya waktu melahirkan, maka umumnya secara kedokteran menganjurkan untuk melakukan tindakan aborsi. Secara financial,bertambahnya seorang anak dalam keluarga akan menjadi beban dan malapetakan bagi keluarga.Maka, untuk menyelesaikan pergumulan berat ini, keputusan terakhir ada pada pilihan antara aborsi atau tidak sama sekali.

KONTROVERSI REAKSI ETIS TERHADAP KASUS ABORSI
Pro-Choice
            Pandangan ini berpendapat bahwa aborsi dapat dilakukan kapan saja. Alasannya adalah keyakinan bahwa janin itu bagian tubuh manusia. Kelompok pro-aborsi atau ”pro-choice” (kebebasan memilih) memberi tekanan utama pada hak seorang ibu memutuskan apakah dia ingin memiliki bayinya. Seorang wanita tidak dapat dipaksa memiliki anak yang bertentangan dengan keinginannya. Di Amerika yang pluralis, ada satu inti utama yang menjadi label bagi mereka yaitu radical individualism. Prinsip etika disimpulkan dari prinsip ini. “ I have a right to live my own life as long as I don’t hurt anybody elseKebebasan individu menjadi inti dari segala tindakan. Perempuan berhak untuk melakukan tindakan seksual aktif dan jika ia punya benih bayi yang mulai tumbuh dalam kandungannya sebagai hasil dari aktivitas seksualnya, itu bukan tanggungjawab dari perempuan itu atau temannya laki-laki. Jadi, keputusan untuk mengaborsi anak, itu tergantung dari keputusan wanita yang mengandungnya. Kalaupun ia melakukan tindakan aborsi, itu adalah haknya sebagai individu yang punya hak untuk melakukannya. Kaum individualisme bahkan menuntut akan meminimalisasi legalisasi berdasarkan aturan. Mereka berusaha agar individualime menjadi tindakan bebas, bertindak menurut mereka sendiri dan keinginan sendiri. Dalam pandangan kelompok pro-choice tentang janin, secara konsisten mengatakan bahwa embrio atau janin bukan suatu keberadaan manusia atau pribadi atau seseorang memiliki hak hidup yang kepadanya kita memiliki tanggungjawab.
            Argumentasi alkitabiah yang dibangun oleh kelompok ini adalah berdasarkan pada Kejadian 2:7, Ayub 34:14-15, Yesaya 57:16, Pengkhotbah 6:3-5 dan Matius 26:24 yang semuanya ditafsirkan ‘janin bukanlah manusia’ sebab belum dapat bernafas. Argumentasi ilmiahnya: (1) Argumentasi karena kesadaran diri, bahwa bayi hanyalah bagian dari tubuh manusia dan bukan manusia sampai dia memiliki kesadaran diri; (2) Argumentasi karena ketergantungan fisik, bahwa bayi adalah gangguan bagi daerah kekuasaan fisik seorang ibu sehingga seorang ibu berhak mengaborsinya; (3) Argumentasi karena keselamatan sang ibu, bahwa aborsi legal lebih aman dan menyelamatkan ribuan ibu dari kematian dibandingkan aborsi yang dilakukan diam-diam, sembarangan dan tidak bersih; (4) Argumentasi karena siksaan danpenyia-yiaan, bahwa kehamilan yang tidak diinginkan berakibat anak-anak mengalami penyiksaan dan disia-siakan orang tuanya dan aborsi merupakan solusi efektif; (5) Argumentasi karena cacat, bahwa kemajuan ilmu kedokteran dapat mengidentifikasi sejak dini bayi cacat yang dapat ditolak kelahirannya daripada menjadi beban keluarga dan masyarakat. (6) Argumentasi karena kebebasan pribadi sebagaimana keputusan Pengadilan Tinggi AS yang menghormati hak kebebasan pribadi wanita atas tubuhnya sehingga berhak mengeluarkan seorang bayi yang tidak diinginkan dari rahimnya sama seperti hak mengusir tamu dari rumah. (7) Argumentasi karena pemerkosaan, bahwa mempertahankan kehamilan dalam kondisi terhina akibat perkosaan merupakan sikap tidak bermoral dan wanita tidak harus dipaksa memiliki seorang bayi yang bertentangan dengan kemauannya.
            Geisler menilai argumentasi alkitabiah yang memandang janin sebagai bagian dari tubuh manusia sama sekali tidak benar sebagaimana yang dimaksud Alkitab. Nafas tidak dapat menjadi ukuran dimulainya hidup manusia. Kehidupan manusia sudah ada sebelum adanya nafas saat kelahiran, yaitu dari saat pembuahan misalnya, Mazmur 51:7 “dalam dosa aku dikandung ibuku” atau Matius 1:20, “anak yang dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus”. Kelahiran merupakan permulaan kehidupan yang dapat dilihat orang, tetapi bukan permulaan kehidupan itu sendiri sebab seorang ibu dapat merasakan kehidupan dalam kandungannya saat bayi bergerak, kadang bahkan melonjak (Lukas 1:44). Kisah penciptaan Adam adalah kasus unik dan hanya Allah yang memberikan kehidupan bagi manusia dan bagaimana kehidupan diberikan pada saat pembuahan (Kejadian 4:1).
            Anak-anak yang mati karena keguguran memang tidak memiliki pengetahuan apapun (Pkh 6:3-5), tetapi bukan berarti mereka bukan manusia. Orang dewasa pun kelak akan mati dan mereka tetap manusia “sebab tidak ada pengetahuan dalam dunia orang mati kemana engkau akan pergi” (Pkh 9:10). Demikian juga bahwa tingkat pengetahuan bukan ukuran menilai bahwa seorang individu itu manusia atau bukan manusia. Kesadaran diri benar belum dimiliki oleh janin, tetapi juga pada mereka yang sedang tidur, koma, anak-anak kecil yang berumur satu setengah tahun maupun mereka yang kurang pendidikannya. Karenanya, kesadaran diri tidak dapat dijadikan patokan untuk tindakan aborsi.
            Embrio bagi Geisler, bukanlah suatu perluasan dari sang ibu, sebab setelah 40 hari setelah pembuahan embrio itu sudah memiliki ilham, golongan darah dan sidik jari sendiri. Dan akhirnya, embrio itu hanya “bersarang” di dalam kandungan ibunya. Menyikapi legalisasi aborsi,dapat dikatakan bahwa legalisasi aborsi justru membunuh jutaan bayi. Aborsi dapat dinilai sebagai bentuk penyiksaan anak yang paling buruk, penyiksaan melalui kematian yang kejam. Data Departemen Pelayanan Kesehatan dan Manusia sejak aborsi dilegalkan tahun 1973 sampai 1982, penyiksaan anak meningkat lebih dari 500 % dan 91 % dari mereka disiksa orang tua yang menginginkan anaknya. Aborsi terhadap janin cacat tidak dapat dibenarkan sebab sama seperti pembunuhan terhadap bayi atau eutanasia karena alasan genetik.
            Hak kebebasan pribadi, menurut Geisler tidaklah mutlak sebab janin adalah manusia sejak pembuahannya dan aborsi jelas tindak pembunuhan. Aborsi merupakan tindakan lepas tanggung jawab setelah melakukan hubungan seksual bebas sebab “si tamu” datang karena diundang dan diusir karena tidak diinginkan. Benar kita semua menaruh simpati terhadap korban pemerkosaan, tetapi mengaborsi janin jelas tindak pembunuhan. Seharusnya kita menghukum pemerkosa yang bersalah, bukan bayi yang tidak berdosa. Daripada diaborsi, bayi itu lebih baik diadopsi oleh orang lain yang mau merawatnya.

Pro-life
            Tidak ada aborsi: Keyakinan bahwa janin itu benar-benar manusia. Argumentasi alkitabiah yang dibangun antara lain: Lukas1:41,44; 2:12,16; Keluaran 21:22 bahwa bayi yang belum dilahirkan disebut anak-anak dan diciptakan Allah (Maz139:13) menurut gambar-Nya (Kejadian 1:27). Hidup mereka dilindungi undang-undang (Kel 21:22) sama seperti orang dewasa (Kej 9:6). Yesus sendiri menjadi manusia sejak dalam rahim Maria (Mat. 1:20-21; Luk 1:26-27). Secara ilmiah sejak dari pembuahan jenis kelamin pria atau wanita sudah ditentukan dan sesuai dengan kesaksian Alkitab (Kej 1:27). Anak-anak yang belum lahir memiliki karakteristik pribadi seperti dosa (Mazmur 51:5,7) tetapi dikenal dekat dan pribadi oleh Allah (Mzm 1349:15-16; Yer 1:5) bahkan sudah dipanggil Allah sebelum dilahirkan (Kej. 25:22-23; Hak 13:2-7; Yes 49:1,5; Gal 1:15). Anak yang belum lahir disebut secara pribadi dengan kata ganti orang yang sama seperti manusia lainnya (Yer 1:5). Secara ilmiah, bahwa ilmu pengetahuan lewat teknologi kedokteran membuktikan bahwa hidup manusia individual dimulai pada saat pembuahan di mana seluruh informasi genetik ada. Pada saat terjadi pembuahan, ketika sperma laki-laki (23 kromosom) dan sel telur wanita (23 kromosom) bersatu, manusia baru yang kecil yang terdiri dari 46 kromosom muncul dan sejak saat itu sampai kematiannya tidak ada informasi genetik baru yang ditambahkan. Semua yang ditambahkan di antara pembuahan dankematian adalah makanan, air dan oksigen. Secara sosial, jelas bahwa embrio yang dikandung adalah manusia yang memiliki orang tua manusia. Tindakan aborsi adalah tindakan pembunuhan sama seperti pembunuhan anak bayi atau eutanasia karena melibatkan pasien yang sama, prosedur yang sama dan berakhir dengan hasil yang sama.
            Aborsi telah dinyatakan bersalah oleh banyak masyarakat dan orang-orang moralis. Jika aborsi diterima maka kita mengakui diskriminasi dan berarti kita juga dapat menyingkirkan mereka yang cacat jasmani, para lansia, korban AIDS, pecandu obat-obatan maupun mereka yang terlantar. Kritik dilontarkan atas pandangan bahwa janin benar-benar manusia. Misalnya, bagaimana jika hidup sang ibu terancam? Bagaimana jika janin tidak sampai ke uterus untuk berkembang? Tidakkah kita berkewajiban menyelamatkan semua sel telur yang dibuahi agar tidak terjadi aborsi spontan, karena janin tidak sampai ke uterus? Bukankah hidup kembar identik dimulai sesudah pembuahan? Bagaimana dengan bayi yang tidak sempurna secara genetik, karena hanya mempunyai 45 kromosom (Syndrome Turner) atau yang memiliki 47 (Syndrome Down) ? Embrio bukanlah seorang pribadi manusia, tetapi hanya dalam keberadaan sebagai manusia.
            Jawaban Geisler atas kritik itu sangat jelas. Aborsi secara medis dapat dibenarkan untuk kasus kehamilan tubal dimana pilihannya nyawa ibu atau bayinya. Geisler berpendapat bahwa secara moral dibenarkan mengambil setiap tindakan pencegahan medis untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Artinya adalah aborsi yang dilakukan bukan seperti yang dimaksudkan karena beberapa alasan: pertama, tujuannya bukanlah untuk membunuh bayi; maksudnya adalah untuk menyelamatkan nyawa sang ibu. Kedua, ini adalah masalah nyawa ganti nyawa, bukan satu situasi dimana ada permintaan untuk aborsi. Ketivhga, ketika hidup seseorang terancam, seperti sang ibu, seorang memiliki hak untuk mempertahankannya atas dasar membunuh untuk membela diri. John Stott mengatakan, “Menurut tradisi kristiani, nyawa seseorang boleh dicabut demi melindungi nyawa orang lain, misalnya dalam ikhtiar bela diri; tetapi tidak berhak membawa maut ke dalam suatu situasi dimana tidak ada maut dan ancaman maut”.
            Kematian atau aborsi spontan dimana janin tidak sampai ke uterus, bukanlah tanggungjawab moral kita dan berbeda dengan aborsi buatan (karena permintaan). Aborsi spontan atau kematian alamiah karena keguguran bukan tugas moral kita mencampurinya. Kembar identik manusia sejak pembuahannya sampai pembelahannya tetap manusia 100% dengan masing-masing yang memiliki 46 kromosom. Akhirnya tidak ada perbedaan mendasarantara keberadaan sebagai manusia dan menjadi pribadi manusia, yang ada hanyalah perbedaan fungsional. Geisler menutup uraiannya dengan menyimpulkan bahwa kekudusan hidup merupakan fokus utama perdebatan soal aborsi sehingga kewajiban kita melindungi kekudusan hidup manusia

SIKAP ETIS KRISTIANI
            Dalam perintah ke 6 berbunyi "Jangan Membunuh", maka dalam hal ini ada orang yang bertanya-tanya, dalam situasi dan kondisi yang rumit, apakah perintah ini berlaku? Dan kalau kita melihat konteksnya, maka perintah ini ditujukan untuk manusia. Dan sekarang yang menjadi masalah utama adalah tentang status fetus itu sendiri;
            Apakah fetus atau janin itu manusia atau bukan? Syarat apakah yang harus dimiliki "sesuatu" supaya dapat dianggap seorang manusia, jelasnya supaya memiliki hak hidup? Jika kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi hanya benda, kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai seorang manusia atau pribadi? Jika janin itu belum mempunyai status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat dicap sebagai pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu adalah manusia yang sedang mengalami proses pertumbuhan secara kontinu, maka ini jelas merupakan suatu pembunuhan. Dalam hal ini, ada pendapat yang menyatakan bahwa sejak terjadinya konsepsi, seorang anak sedang dibentuk melalui proses yang alamiah dan terus-menerus, sel telur yang sudah dibuahi itu dalam waktu sembilan bulan lebih akan berkembang menjadi bayi yang mempunyai ratusan juta sel dan fetus mempunyai sistim sirkulasi sendiri dan otak.

Konsep Teologis
            Alkitab memberi nilai yang tinggi atas hidup manusia. Dalam Ul 5 :117 tertulis "Jangan Membunuh" dan dalam Kel 21:22-24 dipersoalkan tentang kasus pengguguran (Aborsi), khususnya mengenai kasus kecelakaan seorang wanita yang sedang mengandung, yang terlibat dalam perkelahian antara dua orang laki-laki, apabila si ibu hidup dan kandungannya gugur, maka orang tersebut harus ganti rugi, dan kalau ibu itu mati dan kandungannya juga gugur, maka harus nyawa ganti nyawa. Dalam hal ini ternyata orang Yahudi sangat menghargai hidup, termasuk hidup binatang (lih Ul 22:6,7). Alkitab juga memberitahukan kepada kita bahwa kehidupan sudah dimulai pada saat konsepsi, dalam Mat 1:20 dituliskan bahwa Yesus dikandungoleh Roh Kudus, dengan demikian Yesus sungguh-sungguh menjadi manusia yang seutuhnya pada saat konsepsi.
            Alkitab juga memandang bayi yang belum dilahirkan itu sebagai satu pribadi atau manusia. Mzm 139:13-16 mencatat tentang Daud, yang pada waktu dikandung sudah merupakan manusia dalam pemeliharaan Allah. Yer 1:5 mencatat "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa. Juga dalam ayat yang lain yakni Mzm 51:7 Daud mengaku bahwa sifat dosanya sudah ada sejak ia masih dalam kandungan.
            Dalam Kej 1:26,27; 2:7 tertulis bahwa Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, yang menunjukkan bahwa hidup ini kudus dan sangat berharga di hadapan Allah yang telah menciptakannya. Maka dalam hal ini secara tegas Alkitab tidak membenarkan Aborsi, alasannya:
1.      Hidup manusia semata-mata Karunia Allah
2.      Tuhan mempunyai rencana keselamatan bagi setiap insan yang lahir ke dunia ini.
3.      Manusia tidak berhak untuk mencabut hak hidup dari pada fetus ataupun embrio, yang   berhak hanyalah Allah; jangan kita merampas hak Allah.

            Oleh sebab itu, Sikap etis Kristiani dalam menanggapi masalah aborsi ini, pertama-tama harus dilihat dari prerogatif Allah, karena masalah memberi hidup atau mengambil hidup adalah urusan Allah. Semua orang Kristen percaya bahwa Allah yang mahakuasa adalah Allah pencipta segala sesuatu, pemberi hidup, pemelihara dan pengambil hidup. Dialah yang memberi nafas dan segala sesuatu kepada manusia, artinya bahwa hidup dan mati manusia adalah bagian dari Allah.
            Selanjutnya, bagi kita sebagai orang Kristen meyakini bahwa terjadinya kehidupan manusia itu bukan acakan atau terjadi secara otomatis, melainkan merupakan karya keterampilan kreatif Allah. Seperti dikatakan dalam Mazmur 139:13, “Engkaulah yang membentuk buah pinggangku dan menenun aku dalam kandungan ibuku”, artinya bahwa, kehidupan manusia itu terjadi oleh karena ada penyebab yaitu Allah. Dia yang ‘membentuk’ manusia, dan ia mengenal sejak sebelum dalam kandungan (Yer.1:5). Selanjutnya, bahwa kehidupan manusia merupakan kontinuitas (kesinambungan) artinya bahwa manusia mempunyai identitas yang sama baik di dalam maupun di luar kandungan, sebelum maupun sesudah kelahiran, sebagai janin, bayi, pemuda, dan orang dewasa tetap sebagai pribadi yang sama. Kehidupan janin insani adalah suatukehidupan insani, dengan potensi menjadi makhluk manusia yang seutuhnya. Dorothy I. Marx dalam bukunya Itu kan Boleh?, beliau mengatakan bahwa saat pertemuan merupakan saat penentuan kehidupan fetus dalam hal-hal: a) Sifat pembawaan yang kelak diperolehnya dari orangtuanya. b) Bakat-bakat serta IQ yang kelak dinyatakannya. c) Sifat-sifat pribadi yang kelak dimilikinya. d) Tinggi badannya kelak. e) Warna mata dan rambutnya. f) Kekuatan fisiknya dan mutu kesehatannya. Berdasarkan hal ini, maka dapar dikatakan bahwa: pertama, walaupun janin berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan dan mengalami suatu proses pembentukan dan pertumbuhan, namun kepribadiannya sudah terbentuk sejak ia mulai dikandung; kedua,walaupun janin berada di dalam kandungan selama 9 bulan, dan belum dapat disebut "Manusia Seutuhnya", tetapi peri-kemanusiaan sudah ada sejak ia mulai dikandung. Maka dalam hal ini, tindakan Aborsi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan suatu pembunuhan.
            Maka yang seharusnya kita pikirkan bahwa baik ibu yang mengandung maupun anak yang dikandung, sebagai dua makhluk manusia yang masing-masing berada dalam dua tahap pertumbuhan yang berbeda. Penghuni rahim ibu bukan ‘produk pembuahan’, melainkan seorang anak yang belum dilahirkan. John Stott, bahkan lebih lanjut mengatakan bahkan pengertian ‘kehamilan’ itu sendiri hanya menunjuk kepada suatu proses saja, yang sedang berlangsung dalam tubuh si ibu. Jadi, janin bukan sebagian dari tubuh ibunya, bukan pula makhluk insan yang potensial, melainkan sudah suatu kehidupan insani, yang meskipun belum matang, mempunyai potensi untuk bertumbuh menuju kepenuhan dari kemusiaan individualnya yang sudahdimilikinya. Stephen Schwarz, dalam menanggapi isu aborsi ini  menegaskan demikian,
On the whole, apart from the rare instances where there are live births, abortion is the killing of the child. it is a deliberate and intentional killing, either because one wants the child dead, or because on chooses a method of removal that in fact constitutes killing”.

 Mark Belz, dalam bukunya, Suffer The Little Children: Christians, Abortion, and Civil Disobedience, menyatakan sikapnya terhadap kasus aborsi:
We oppose abortion because we believe that abortion is the destruction of human life. But it is not just abortion in general and human life in general. We beliece that each abortion is the taking of the life of an individual human being”.

Ia meneruskan alasannya berdasarkan konsep Alkitabiah dengan menyatakan:
The Bible teachers that every human being is created in the image of God, and the Sixth Commandment prohibith killing those created in God’s image. If abortion is theintentional, unjustified destruction of another human being, then abortion is a clear violation of that comandment.”

            Jadi, sikap Kristen sangat tegas, bahwa aborsi merupakan suatu pelanggaran terhadap ketetapan Allah. Aborsi bukan merupakan pilihan Kristiani dalam kasus apapun.Verkuyl dalam bukunya Etika seksual menyimpulkan suatu pertibangan etis terhadap sikap penolakkan atas tindakan aborsi. Ia menyatakan bahwa kejujuran menuntut untuk mengakui tiga kenyataan. Pertama-tama, bahwa kehidupan manusiawi telah dimulai pada waktu konsepsi dalam rahim; yang kedua, bahwa setiap hidup manusiawi, juga hidup janin, berhak atas perlindungan; dan ketiga, setiap pengambilan keputusan, yang membinasakan hidup yang sedang mulai itu adalahpembunuhan hidup manusiawi yang sedang mulai.
            Itulah sebabnya, aborsi merupakan dosa yang mengerikan. Bahwa merupakan suatu keberanian bagi kita manusia yang fana ingin berperan sebagai Allah untuk mencabut nyawa manusia. Orang-orang yang melakukannya bukan saja membunuh hidup melainkan menentukan siapa harus hidup. Akhirnya tidak ada alasan bagi kita untuk melegalkan tindakan aborsi. Aborsi adalah pelanggaran terhadap hukum Allah, dan Allah sangat membenci tindakan seperti itu.

KESIMPULAN
            Aborsi dalam kaitannya dengan kekristenan merupakan suatu isu moral dan  teologis. menjadi rumit untuk diputuskan. Aborsi bisa dilakukan karena berbagai alasan yang mendasar dan mendesak, misalnya karena korban perkosaan, demi keselamatan ibu, karena masalah financial dan sebagainya. Maka, tindakan aborsi seringkali dijadikan pilihan terakhir ketika permasalahan mengenai janin. Isu sentral dari kasus ini adalah hakikat janin dalam kandungan ibunya, yaitu bagaimana kita berpikir tentang janin dalam rahim ibunya. Kasus aborsi dalam lingkup etika ditanggapi secara berbeda-beda. Ada yang berlaku pro-choice yang menitikberatkan hak-hak si ibu, yaitu privasi untuk memilih. Akibatnya aborsi dijadikan sebagai sesuatu yang legal. Tanggapan lain adalah pro-life, yang menitikberatkan hak-hak si bayi yang belum dilahirkan, dan khususnya hak untuk hidup. Kedua pandangan ini secara kristiani mempunyai dasar alkitabiah yang mendukung akan posisi-posisi mereka.
            Lalu bagaimana etika Kristen menyingkapi masalah ini? Ternyata, berdasarkan argumentasi Alkitabiah aborsi bukanlah pilihan Kristen. Alkitab tetap memandang bahwa tindakan aborsi adalh suatu pelanggaran terhadap Firman Allah dan hukum-hukum Allah. Danmanusia yang melakukannya bisa dianggap sebagai orang yang “menggantikan” posisi Allah sebagai permilik manusia, yang mana dengan berani menentukan siapa yang berhak untuk hidup dan yang berhak untuk mati. Akhirnya, secara kristiani, aborsi bukanlah pilihan kristiani dan Allah membenci tindakan aborsi tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Belz, Mark. Suffer The Little Children: Christians, Abortion, and Civil Disobedience. Illinois: Crossway Books, 1989
Davis, John Jefferson. Abortion and the Christian: What Every Believer Should Know. New Jersey: Presbyterian and Reformed Publisher co, 1984
Geisler, Norman L. Etika Kristen: Pilihan dan Isu. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 2000
Gorman, Michael J. & Brooks, Ann Loar. Holy Abortion?: A Theological Critique of the Religious Coalition for Reproductive Choice. Oregon: Wipf and Stock Publishers, 2003
Marx, Dorothy I. Itu ‘Kan Boleh?. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, tt
Salim, Peter. The Contemporary English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press, 1991
Schwarz, Stephen. The Moral Question of Abortion. Chicago: Loyola University Press, 1990
Stott, John. Isu-isu Global Menantang Kepemimpinan Kristiani: Penilaian Atas Masalah Sosial dan Moral Kontemporer, terj G.M.A. Nainggolan. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996
Verkuyl, J. Etika Kristen: Etika Seksuil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982
Wenberg, Robert N. Life in the Balance: Exploring the Abortion Controversy. Grand Rapids, Michigan: Willian B. Eerdmans Publishing Company, 1985
Zimbelman, Ernie. Human sexuality and evangelical Christians. Lanham: University Press of America, tt




Kamis, 12 Januari 2012

Energi Positif or Energi Negatif Oleh: Pdt. Jerry F. Tiwa, M.Th.


Pdt. Jerry F. Tiwa, M.Th.

Filipi 2:5

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia kata energi adalah Kemampuan untuk melakukan Kerja, Daya atau Kekuatan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses. Sedangkan kata positif adalah bersifat nyata dan membangun (Keadaan yang menyatakan ada perkembangan) dan kata negatif adalah: Kurang Baik; menyimpang dari ketentuan umum
Dalam Buku Harus Bisa memberikan definisi tentang Energi Positif a/: Energi yang memancarkan aura sehat dan terang seperti:Positivisme, optimisme, menghargai orang lain, mengasihi orang lain, idealisme, gotong royong, sikap sportif dan toleransi.
Energi Negatif a/: Energi yang memancarkan aura buruk dan gelap seperti:kebencian, negativisme, aroganisme, iri hati, sikap tidak peduli, malas, pesimis, dan extreem

Dalam Alkitab
Energi Positif - Filipi 4:8, Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah (Pikirkanlah= Yun. Lογίζομαι = Ingg. to take an inventory, Artinya :Ambil dan jadikan Inventaris) semuanya itu.

Energi negatif antara lain adalah
Roma 1:28-29; Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua,
tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan.

Kenapa Orang percaya harus memiliki energi positif? Karena- KEKRISTENAN YANG BERLANDASKAN ENERGI POSITIF AKAN MENJADI KRISTEN YANG SEHAT DAN PRODUKTIF

Contoh Tokoh-tokoh Politik dunia yang memiliki energi positif

Nelson Mandela
Nelson Mandela pernah di penjara selama 27 tahun oleh Sistem pemerintahan APARTHEID.
Sekalipun Nelson Mandela menjadi korban dari sistem ini namun dalam kepemimpinannya sebagai Presiden Afrika Selatan tidak dia jadikan sebagai ajang untuk balas dendam terhadap orang kulit putih yang telah memenjarakannya. Bagi Nelson Mandela menjadi Presiden bukan saat untuk balas dendam tetapi saatnya untuk membangun bangsa. Buktinya Nelson Mandela tetap mempekerjakan dan tidak mengusir orang kulit putih pada saat itu.
Dengan energi positif inilah yang dimiliki oleh Nelson Mandela membuat Afrika  Selatan menjadi tuan rumah World Cup tahun 2010

Abraham Lincoln
Mantan Presiden Amerika Serikat inipun memiliki energi positif. Abraham Lincoln sekalipun dalam proses kehidupannya banyak mengalami kegagalan, namun hal itu tidak membuat dia pesimis, tetapi tetap optiomis. Salah satu hal energi positif adalah optimisme.
Berikut Perjalan Hidup dari Abraham Lincoln sampai dia menjadi Presiden Amerika serikat.
• Tahun 1831 dia mengalami kebangkrutan dalam usahanya
• Tahun 1832 dia menderita kekalahan dalam pemilihan tingkat lokal
• Tahun 1833 dia kembali bangkrut
• Tahun 1834 terpilih menjadi anggota DPRD untuk wilayah Illinois
• Tahun 1835 istrinya meninggal dunia
• Tahun 1836 dia menderita tekanan mental yang sangat berat dan hampir saja masuk Rumah Sakit Jiwa.
• Tahun 1837, dia kalah dalam suatu kontes pidato.
• Tahun 1938 dan tahun 1940 terpilih kembali menjadi Anggota DPRD
• Tahun 1840, ia gagal dalam pemilihan anggota senat AS
• Tahun 1842, dia menderita kekalahan untuk duduk di dalam Kongres AS
• Tahun 1846, Lincoln terpilih menjadi anggota Kongres. Namun keanggotaannya tidak diperpanjang karena ia mengusulkan undang-undang untuk meng-akhiri perbudakan di distrik Columbia
• Tahun 1848 ia kalah lagi di kongres
• Tahun 1855, lagi-lagi gagal di senat
• Tahun 1856 ia kalah dalam pemilihan untuk menduduki kursi wakil presiden.
• Tahun 1858 ia kalah lagi di senat
• Tahun 1860 akhirnya dia menjadi presiden Amerika Serikat

KEKRISTENAN YANG BERTUMBUH, PRODUKTIF DAN BERDAMPAK SERTA BERPENGARUH ADALAH KEKRISTENAN YANG SELALU MEMILIKI ENERGI POSITIF

Kepemimpinan Hamba Dalam Gereja Lokal (Bagian I) Oleh : Pdt. Jerry F.Tiwa, M.Th




Dalam era modern saat ini, secara langsung atau tidak langsung telah terjadi perubahan besar yang luas bagi kehidupan manusia di sekitarnya. Dampaknya adalah muncul berbagai persoalan yang dialami langsung dalam masyarakat maupun di dalam suatu organisasi baik menyangkut sumber daya manusia, bidang organisasi, gereja, maupun masalah-masalah lainnya di masyarakat yang memberikan perubahan terhadap kehidupan orang-orang yang ada di dalamnya. Masalah-masalah tersebut jika tidak diatasi atau diselesaikan sesegera mungkin, maka akan dapat menimbulkan berbagai gangguan dalam organisasi maupun kegiatan masyarakat lainnya.
Gereja sebagai suatu organisasi yang berada dan hidup di tengah-tengah masyarakat, secara tidak langsung juga mengalami dampak akibat dari perubahan-perubahan tersebut. Oleh karena itu perlu adanya keterlibatan seorang gembala sidang sebagai pemimpin dalam suatu organisasi gereja, yang dapat membawa gereja ke arah perkembangan sesuai dengan perubahan-perubahan dan kondisi yang ada, sehingga tidak menimbulkan persoalan-persoalan.
Gembala sidang sebagai pemimpin gereja lokal memegang peranan penting dalam menyelesaikan berbagai persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja lokal, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan berbagai-perubahan-perubahan tersebut. P. Oktavianus mengatakan bahwa, “Kalau sebagai pemimpin kita tidak peka terhadap kekinian, pasti kita akan kehilangan banyak kesempatan.”
Pengembalaan jemaat merupakan pelayanan dalam gereja sesuai pembangunan tubuh Kristus demi terwujudnya gereja yang dewasa dan sempurna. Karena itu diperlukan pemantapan visi dan misi serta keterampilan gembala sidang jemaat di semua bidang pelayanan, termasuk kepemimpinan dalam gereja. Sularso Sopater mengatakan bahwa “Pemimpin gereja yang bertumbuh bukan saja memahami teologia, tetapi juga perlu memahami faktor kepemimpinan...
Dalam mengatasi persoalan di atas, diperlukan adanya seorang gembala sidang dalam memimpin yang sesuai dengan kondisi dan keinginan sidang jemaat, seperti yang dikatakan oleh Miftah Thoha bahwa, “pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya agar sesuai dengan situasi tersebut".
Pemimpin merupakan seorang figur yang sangat besar pengaruhnya di dalam suatu organisasi. Terkadang kebijakan yang dikeluarkan oleh seorang pemimpin dapat membawa kepada kemajuan atau kemunduran suatu organisasi yang dipimpinnya. Hal ini tentu kembali kepada seorang pemimpin apakah kepemimpinannya memiliki ciri-ciri kepemimpinan hamba.
Para pakar kepemimpinan kini banyak menggunakan Yesus dan ajaran-Nya sebagai sebuah model kepemimpinan. Di antara sekian banyak teori kepemimpinan yang berkembang akhir-akhir ini, Alkitab kembali menjadi bahan pengajaran kepemimpinan dengan menempatkan Yesus sebagai modelnya. Yesus adalah seorang pemimpin bahkan pemimpin yang besar. Ajaran Yesus di dalam Alkitab adalah sebuah pembelajaran tentang kepemimpinan sejati yang dikenal dengan kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership), yang hingga kini masih sangat relevan sebagai sumber inspirasi bagi kepemimpinan Kristen di manapun dikembangkan dan dipraktekkan khususnya gembala jemaat dalam pelayanannya.
Terminologi kata hamba diterjemahkan dari bahasa Ibrani “Eved”, yang mempunyai arti budak, hamba, pelayan. Hamba adalah pekerja yang menjadi milik tuannya. Konsep hamba Tuhan telah digambarkan Tuhan Yesus melalui hidup, karya dan kepemimpinan-Nya selama berada di dunia sekitar 2000 tahun lebih yang lalu. Hamba Tuhan itu telah menjadikan diri-Nya teladan, baik saat dimuliakan umat maupun di dalam kesengsaraan-Nya.
Pemimpin Kristen tidak boleh menyombongkan diri dengan jabatan kepemimpinan maupun besarnya otoritas serta banyaknya pengikut. Ia harus selalu berprinsip “kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan, karena kami adalah hamba yang tidak berguna.” Mungkin perkataan itu terdengar keras dan tidak memberikan tempat bagi peran sang pemimpin, namun itulah cara Tuhan untuk menjauhkan pemimpin-pemimpin umat-Nya dari dosa kesombongan dan pemuliaan diri pribadi.
Kepemimpinan hamba bersifat vertikal dan horizontal. Maksudnya, secara vertikal pemimpin Kristen adalah hamba Tuhan yang telah dipanggil Allah untuk memimpin umat-Nya, namun di sisi lain (horizontal) ia adalah hamba jemaat (dalam tugas pelayanan).
Pemimpin hamba adalah orang yang mampu “mengosongkan” dirinya dari segala egoisme dan subyektivitas pribadi, menjadi pemimpin yang berorientasi kepada kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan umat-Nya. Yesus memberi teladan “mengosongkan diri” ini (Filipi 2:7-8). Pengosongan diri “Kenosis” tidak membuat Yesus kehilangan posisi kepemimpinan-Nya, justru dengan melakukan itu, Dia dapat “menjadi sama” seperti manusia, sehingga mereka dapat menerima kehadiran-Nya.Penulis melihat banyak gereja saat ini terjadi masalah-masalah bukan disebabkan ajaran melainkan karena persoalan gembala sidang dalam memimpin jemaatnya kurang menampakkan ciri-ciri kepemimpinan hamba.

Kepustakaan:
1. Oktavianus P. Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah (Malang: Gandum Mas, 1991)
2. Sularso Sopater Pertumbuhan Gereja (Yogyakarta: Andi, 1994)
3. Miftah Thoha, Manajemen dan Kepemimpinan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)